Mobil Esemka Bukti Semangat Karya Anak Bangsa
Penulis : YOGI ANGGARA KURNIAWAN
Rabu, 04 Januari 2012 11:56 WIB

Mobil Esemka--MI/Ferdinand/cs
"Apa yang ditunjukan Walikota Solo Jokowi sangat inspiratif, sangat membantu dan membanggakan. Ini menyuntik energi anak bangsa kita untuk terus berkarya," kata Sekretaris Dirjen Pendidikan Menengah Kemendikbud Mustaghfirin Amin ketika dihubungi Media Indonesia, Rabu (4/1).
Mustaghfirin menanggapi kepeloporan Walikota Solo Jokowi yang menggunakan mobil Esemka sebagai mobil dinas. Menurutnya, hasil karya mobil Esemka selain melatih skill anak SMK juga meningkatkan moral dan semangat berkarya. "Bahwa kita bisa maju dan kita punya masa depan," tandasnya.
Sementara,Direktur SMK Ditjen Pendidikan Menengah Kemendikbud Joko Sutrisno menambahkan pihaknya akan mencanangkan mobil yang dirakit oleh siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) menjadi produk nasional.
Menurut dia, izin konstruksi mobil sudah dipegang oleh Kemendikbud. Memang masih diperlukan uji emisi, namun tidak menjadi syarat penting karena pada tahap awal ini mobil SMK itu masih terus didistribusikan ke kabupaten kota yang tidak mementingkan izin uji emisi.
Sambil menunggu izin emisi tersebut, kata dia, pihaknya sudah mendistribusikan mobil yang dinamakan Esemka Rajawali itu ke berbagai pemerintah daerah antara lain ke Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten dan Bandung.
Selain itu, ia sedang menjajaki pihak terkait untuk menjadikan mobil SMK ini menjadi kendaraan dinas bagi para pejabat lainnya. "Mobil Esemka ini telah hdipakai sebagai mobil pengangkut pribadi dan produksi sebanyak 240 unit di berbagai perkebunan di tanah air," tegasnya.
Dikatakan , pihaknya memang tidak bekerja dengan industri nasional dalam proses produksinya karena kendala biaya produksi yang masih tinggi. Dengan bekerja sama dengan industri manufaktur di Ceper, Tulungagung, Pasuruan dan Banten, maka harga on the road mobil itu dapat ditekan menjadi Rp105 juta sedangkan ongkos produksinya per mobil hanya Rp95 juta saja.
Kerjasama dengan industry kecil itu memang menjadi target Kemendikbud. Karena siswa masih dilibatkan dalam pembuatan mesin dan konstruksinya. Pada tahun ini, ia menargetkan sebanyak 200 unit mobil baru segera diluncurkan kepada para pemesan. Dengan adanya mobil ini industri kecil akan terangkat serta makin mengasah kemampuan siswa SMK.
Mendikbud apresiasi pengguna karya anak bangsa
"Kita berterima kasih pada masyarakat yang sangat mengapresiasi, di antaranya menggunakan produk kita," kata M. Nuh di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, saat ditanya pendapatnya mengenai inisiatif Wali Kota Surakarta Joko Widodo menggunakan mobil rakitan pelajar SMK.
M. Nuh mengatakan bahwa ia juga menggunakan komputer jinjing produk anak bangsa.
Sementara itu mulai Selasa (3/1), Wakil Kota Surakarta Joko Widodo dan Wakil Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo mengenakan mobil dinas rakitan para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan Kiat Motor.
Mobil yang dirakit oleh para pelajar SMK dengan Kiat Motor yang menggunakan komponen 80 persen buatan lokal dan 20 persen impor itu dibiayai oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh.
Mobil yang bermerk Kiat Esemka itu berjenis Sport Utility Vehicle (SUV) dan dibandrol dengan harga Rp95 juta.
(T.G003/Z002)
Mobil-mobil Karya Anak Negeri yang Terabaikan
Mobil karya anak bangsa ini, tidak mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.

Mobil dinas Jokowi rakitan anak SMK ( Danger News, Yogi Anggara Kurniawan )
BERITA TERKAIT
Jika ditelisik, Esemka bukanlah mobil pertama yang berhasil diciptakan oleh generasi muda Indonesia. Mobil-mobil karya anak bangsa lainnya juga lebih dulu hadir, seperti Komodo, Tawon, Gea, Marlip, Maleo, Wakaba, Timor, Esemka Digdaya.
Komodo
Mobil ini merupakan kreasi PT Fin Komodo Indonesia yang berpusat di Cimahi Jawa Barat. Mobil offroad jenis Cruiser ini dirancang oleh salah satu desainer pesawat CN-250 Gatotkaca, Ibnu Susilo.
Komodo diklaim mampu melintasi hutan sejauh 100 Km dalam waktu 6-7 jam, dan tingkat konsumsi bahan bakar kurang lebih hanya 5 liter. Mobil dua penumpang ini, juga dapat digunakan untuk mengangkut beban (barang bawaan) seberat 250 Kg, sehingga dapat juga berfungsi sebagai kendaraan utility. Komodo punya fitur self-recovery yang membuatnya tidak bisa terguling.
Tawon
Mobil Tawon diproduksi PT Super Gasindo Jaya. Tawon merupakan calon mobil nasional yang paling siap diproduksi. Tawon telah mengadopsi sistem suspensi depan ferguson dan suspensi belakang per pegas daun. Sedangkan sistem injeksi bahan bakar masih menggunakan karburator.
Dengan mesin 650 cc, Tawon mampu melaju dengan kecepatan maksimal 90 km/jam dengan putaran torsi maksimal 5.300 rpm. Konsumsi bahan bakar boleh dibilang irit. Saat dilakukan uji coba, tercatat 1 liter bensin mampu menempuh jarak 25 kilometer.
Gea
Gea merupakan mobil hasil riset PT INKA (Industri Kereta Api) dengan mesin Rusnas (Riset Unggulan Strategis Nasional). Mobil mungil ini dibekali mesin berkapastias 650 cc, dan dapat dipacu sampai dengan kecepatan 90 km/jam. Mobil ini sudah sampai tahap uji coba produksi.
Mobil jenis city car ini diklaim memiliki beberapa keunggulan dari segi fitur dan desain. Dan digadang-gadang mampu bersaing dengan mobil China, Chery QQ.
Marlip
Marlip adalah mobil listrik yang cocok digunakan untuk mobil golf dan mobil keamanan. Mobil ini merupakan hasil pengembangan dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan dipasarkan PT Marlip Indo Mandiri. Marlip juga punya varian mobil empat penumpang dengan kecepatan mencapai 50 km/jam dengan jarak tempuh maksimal 120 km.
Maleo
Maleo merupakan calon mobil nasional yang dikembangkan pada tahun 1993, oleh IPTN yang bekerjasama dengan Rover, Inggris dan Millard Design Australia. Tapi sayangnya, akibat krisis moneter 1997, proyek ini terhenti.
Wakaba
Mobil Wakaba (Wahana Karya Anak Bangsa) adalah buatan komunitas otomotif dan Disperindag Jawa Barat. Kendaraan ini dirancang untuk berbagai jenis, yakni mobil pengolah lahan, mobil angkut hasil pertanian, mobil pengolahan hasil pertanian, mobil angkutan umum pedesaan, mobil perkebunan serta mobil penjualan.
Timor
Mungkin ini mobil nasional yang terbilang cukup sukses di tahun 90-an. Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat), sejatinya adalah mobil KIA Sephia dengan ide mengimpor mobil namun dengan komponen lokal. Bersamaan dengan Timor, hadir juga Bimantara dengan produknya Bimantara Cakra.
Esemka Digdaya
Esemka Digdaya adalah proyek mobil nasional yang dikerjakan oleh siswa SMK 1 Singosari Malang. Mobil double kabin ini menggunakan kerangka Isuzu Panther dengan suspensi dari Mitsubishi L300.
Sedangkan dapur pacunya, mobil ini mengadalkan mesin injeksi eks Timor berkapasitas 1.500 cc. Pembuatan mobil prototipe ini menghabiskan biaya sekitar Rp100-175 juta.
Tapi sayangnya, mobil-mobil karya anak bangsa ini tidak mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Mereka bahkan tidak dapat tempat atau stand khusus dalam ajang pameran otomotif terbesar di tanah air, IIMS (Indonesia Internasional Motor Show).
Pemerintah terlihat lebih memberikan porsi yang lebih besar kepada produsen-produsen luar negeri, seperti Jepang, Korsel, dan China. (umi)
Antara

mobil hasil karya siswa SMK 1 Trucuk, Klaten, Jateng, yang diberi nama
Esemka Bisa jadi Momentum Bangkitkan Bangsa
Menurut dia, pemerintah juga harus berani melawan pabrikan asing yang tidak senang dengan kelahiran mobil nasional (mobnas).
Lukman juga berharap mobnas bisa lahir di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Tak perlu takut dengan 'ancaman' korporasi asing dan pihak-pihak yang selama ini diuntungkan dengan kehadiran mobil-mobil impor. Praktik-praktik yang selama ini terjadi, harus dilawan. Sebab, kepentingan rakyat banyak harus didahulukan," tandasnya.
Saat ini, lanjutnya, sudah bukan waktunya lagi untuk melakukan pencitraan. Terlebih, SBY tidak akan maju lagi dalam Pilpres 2014. Oleh karenaitu, Yudhoyono harus meninggalkan karya monumental yang baik. "Karya monumental yang bermanfaat pasti akan selalu dikenang. Pemerintah memiliki anggaran yang besar untuk mengembangkan mobnas. Jadi, pendanaan untuk pengembangan bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan," katanya.
Problemnya adalah apakah ada kemauan dan keberanian untuk melakukannya atau tidak. Dia berharap, dunia usaha memberikan dukungan penuh agar mobil produksi anak-anak SMK itu menjadi mobnas.
Soal kelayakan mobil tersebut juga diharap tidak dijadikan alasan untuk tidak mendukung karya anak bangsa tersebut. "Bentuk dukungan bisa diwujudkan dengan membebaskan biaya uji kelayakan kendaraan tersebut. Yang jelas, bangsa ini harus bisa tegak di depan bangsa lain," katanya.
Senin, 25 April 2011
Carut Marut Pendidikan Indonesia
Dan nilai yang dihasilkan oleh siswa tersebut sama sekali tidak bisa menjadi tolak ukur untuk mereka sukses di perguruan tinggi ataupun dalam lapangan kerja. Masih banyak hal yang menyebabkan orang mapan pola pikirnya dalam menghadapi masalah untuk menguraikannya, kepandaian psikomotorik juga sangat berpengaruh pada kesuksesan seorang anak nantinya. Jadi sekarang ini SDM yang dibutuhkan oleh suatu lembaga ataupun perusahaan adalah individu yang multi skill bukan hanya kognitif saja, tetapi juga psikomotorik maupun afektifnya.
Bukan rahasia lagi bahwa anak-anak yang waktu sekolah mempunyai kualitas pendidikan C malah kebanyakan jadi pengusaha yang sukses, karena anak-anak ini mempunyai kelebihan psikomotorik yang lebih menonjol dan mempunyai kepandaian untuk membangun relasi yang luas. Dan banyak pula anak-anak yang nilai afektifnya C malah menjadi pejabat ataupun pengusaha sukses.Maka sangatlah tidak benar menentukan kualitas kelulusan anak hanya melalui test kognitif yang di setandarkan di seluruh Indonesia, karena kondisi masyarakat pastinya tidak sama dan kemampuan anak dalam menguasai suatu bidang pembelajaran pasti berbeda-beda.
Dan yang paling tahu kondisi atau kemampuan kognitif, psikomotorik ataupun afektif suatu anak atau siswa pastilah guru yang setiap hari bersentuhan langsung dengan mereka.Sangatlah tidak pas kalau ada standar yang dibuat pemerintah untuk mengukur kualitas suatu anak hanya dengan 3, 4 ataupun enam pelajaran saja. Banyak diluar sana anak atau siswa yang sukses hidupnya hanya pinter menyanyi atau main band tapi waktu sekolah biasa-biasa saja malah ada yang ekstrem tidak lulus Ujian Nasional. Ada salah satu siswa saya yang tidak lulus UN tetapi dia ikut paket C. Tetapi yang saya tahu karena sering ketemu, dia bisa membayar biaya kuliah sendiri dan mampu beli kendaraan roda dua hanya dari menyanyi dan melatih band.Jadi kurang pas dan tidak adil dari contoh saya di atas, bahwa anak yang jelas mempunyai skill kehidupan yaitu seni hanya gara-gara matematika lemah harus tidak menerima ijasah SMA tetapi hanya menerima ijasah paket C, padahal dia jelas-jelas sekolah di SMA selama 3 tahun ?????!!!!! dengan berbagai biaya kehidupan yang cukup lumayan untuk mengikuti pendidikan di SMA.
Jangan mengorbankan pendidikan anak-anak kita hanya demi suatu proyek yang kita inginkan, berdosalah kita sebagai warga negara Indonesia, mengapa saya bisa bicara demikian ???!!!. Bayangkan berapa Trilyun tender yang dilakukan pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan untuk melaksanakan UN dari tingkat SD sampai SMA/SMK/MA/MAN dalam hal pembuatan LJK, Soal,Pengawas,Team Idependen dll.Yang saya tahu secara resmi semua pejabat dari menteri ke bawah mendapatkan bagian dari tender tersebut!!!!! apa sebaiknya bukan untuk mendukung program lain yang lebih meningkatkan mutu SDM Guru dan anak didiknya Pak Menteri??!!. Jika pejabat mulai dari Presiden, Menteri dan anak buahnya mau sedikit mengalah pada masyarakat kecil, saya kira Indonesia Maju dan Makmur melebihi Amerika Serikat. Bagus sekali kalau Presiden dan Menteri serta pejabat yang lain selalu memberi teladan pada masyarakat lewat tayangan televisi seperti "Jika Aku menjadi...........".Waduh bisa-bisa Indonesia Good Country Pak SBY dan konco-konco !!!!!!!
CARUT MARUT DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA
Seperti halnya jepang, bagaimana Negara tersebut bisa pulih dari keterpurukan akibat bom atom yang menghujat Negara tersebut pada perang dunia II Silam. Bukan berapa harta benda yang ada, bukan banyak rakyat yang hidup, bukan berapa rakyat yang mati. Akan tetapi pemeritahan waktu itu menanyakan “berapa guru yang masih hidup”. Artinya pemerintah tersebut yang diinginkan untuk dibenahi awal kali adalah pendidikan.
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mewarnai kemerdekaan Negara Indonesia. Seperti kita ketahui bagaimana colonial menerapkan politik eksploitasi yang mengakibatkan bangsa kita mengalami hidup dalam kemelaratan dan kebodohan. Segala kebijakan politik diarahkan kepada pengerukan sumber daya alam yang hanya untuk kepentingan penjajah. Sebagai puncaknya, dengan adanya tanam paksa. Menjadikan masyarakat Indonesia semakin tak berdaya melawan kemiskinan dan penderitaan.
Hal tersebut menjadikan para tokoh-tokoh belanda yang berfahamkan humanis dan sosial democrat berbicara. Mereka memaksa kolinial untuk memikirkan nasib rakyat. Sudah saat colonial membebaskan rakyat dari kemelaratan dan kebodohan itu, sudah banyak sudah sumber alam yang dikeruk dari Indonesia. Sehingga muncul faham politik etis yang di ujarkan Van Deventer, yakni politik balas budi atau balas jasa, balas kehormatan belanda terhadap Indonesia. Politik etis dapat diterapkan dengan trilogi van Deventer yang di antara isinya adalah peningkatan pendidikan (edukasi) Indonesia. Sehingga para putra-putri Indonesia dapat merasakan pendidikan, meskipun dalam tingkatan rendah. Namun ada juga dari sebagian golongan tertentu dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, bahkan dapat meneruskan hingga sarjana dan ada juga yang hingga pendidikan barat.
Dengan adanya kesempatan menikmati pendidikan tersebut meski tingkat rendah dan sedikit telah melahirkan elit baru bangsa Indonesia, yakni golongan intelektual (Pelajar) Yang kemudian mereka itulah yang menjadi pelopor, penggerak, pemimpin dalam menentukan nasib serta membawa bangsa Indonesia kea rah yang lebih baik.
Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Jangan sampai generasi itu terputuskan dengan begitu saja. Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab.
Secara historis kita ketahui bagaimana fase-fase yang mewarnai pendidikan bangsa Indonesia mulai dari pendidikan hindu-budha, yang kemudian pendidikan islam, pendidikan masa colonial belanda, pendidikan militer jepang hingga era reformasi bahkan hingga sekarang ini. Meski bagaimana model yang diterapkan pada pendidikan prasejarah tersebut belum dapat dipastikan informasi tentang bagaimana rekontruksinya, namun dapat diasumsi yang ada pada masa itu berkaitan dengan konteks social yang sederhana. Terutama yang berkaitan dengan lingkungan social sekitarnya.
Namun belajar dari perjuangan nenek moyang pendahulu kita, apakah Indonesia saat ini sudah mengetahui apa sebenarnya hakekat pendidikan?
Ironis dan memperhatinkan memang ketika sekarang kota lihat bagaimana lembaga pendidikan tak ubahnya mesin cetak ijazah yang canggih. Hanya demi bagaimana sekolahannya laku iming-iming cepat lulus, akreditasi disetarakan, dsb. Bisakah kita harapkan dari pendidikan yang fiktif belaka. Sudah menjadi rahasia umum bahwa praktek jual beli ijazah yang terjadi di Indonesia telah merata, bagaimana kita bisa dapatkan title dengan cara yang begitu instant tanpa ada kerja keras yang pantas untuk dapatkan gelar tersebut. Lalu apakah kemudian ketika diterapkan dalam masyarakat bisakah memenuhi target? Apa bukan cara instant lagi yang bakal ia tempuh.
Tak hanya itu, kita tahu dimana-mana sekolahan sekarang bukan lagi lembaga pendidikan yang bakal mencetak golongan-golongan intelektual yang mampu diandalkan. Tapi sekolahan sekarang tak ubahnya sebagai perusahaan keluarga yang menjanjikan. Tak peduli lulusan SMP, tak peduli mutu tak tinggi, yang penting mempunyai silsilah dalam kekuasaan lembaga akan dijadikan bagian dari lembaga tersebut. Mulai dari karyawan, dan bahkan guru. Padahal seorang guru adalah sosok yang menjadi panutan, sosok yang harus menjadi suri tauladan. Tapi kenapa dipilih hanya asal-asalan?
Tentu saat ia mengajar asal-asalan pula yang bakal diberikan. Mungkin kalau Ki Hajar Dewantara melihat pendidikan Indonesia seperti saat ini tentu tidak bisa kita bayangkan berapa airmata yang keluar dari matanya.
Sehingga tak heran kalau pemuda sekarang banyak mengalami kemunduran, Mulai dari krisis identitas, daya kritis kurang, daya kreatif kurang, sering ikut ikutan, kurang mandiri dan sebagainya, hal itu tak lain dikarenakan sistem Pendidikan sekarang yang kurang baik dan kurang tepat sasaran. Pengajaran biasanya hanya terjadi satu arah saja , antara guru ke murid, daya Partisipasi murid biasanya kurang, mereka mengalami kebosanan dan kejenuhan dalam belajar. Bagaimana tidak pelajaran diberikan dalam bentuk teori teori barat dalam bentuk tulisan, bacaan, maupun penjelasan dari Guru tanpa diimbangi dengan praktek yang nyata, hal tersebut membuat kebosanan menghinggapi Pelajar. Penjelasan penjelasan tarsebut hanya didengar dari telinga kanan dan kemudian keluar lagi dari telinga kiri (lupa). Evaluasi belajar pun hanya mengandalkan nilai nilai teori, hal itu memungkinkan pelajar hanya menghafal saja & pemahaman mereka kurang, sedangkan menurut teori yang ada, menghafal hanya dapat menyimpan memori ke dalam otak hanya sementara saja, artinya setelah evaluasi berakhir setelah beberapa hari/minggu, mereka akhirnya lupa akan pelajaran yang telah diberikan oleh gurunya selama berbulan bulan, artinya pengajaran selama ini Sia sia.
Dibalik semua itu pendidikan kita saat ini yang digembor-gemborkan hanyalah kurikulum, yang katanya dengan yang baru kita bisa lebih maju, dengan yang baru kita bisa bersaing. Tapi nyatanya sampai saat ini pendidikan hanya sebagai kelinci percobaan yang kalau memang dirasa gagal kita tinggal mencari pengganti yang hanya katanya lebih oke dari sebelumnya.
Kalau kita ingat pada tahun 2005. pemerintah sempat mempunyai penemuan baru dimana pada sistem pendidikan yang baru itu pemerintah akan membagi jalur pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu.
Dengan kata lain jalur formal mandiri adalah jalur bagi siswa kaya sedangkan jalur formal standar adalah jalur bagi siswa miskin. Konyol memang. Aku sampai tidak habis pikir bisa-bisanya pendidikan dikotak-kotakkan berdasarkan tingkat fianansial dari peserta didik. Dalam hal ini, pemerintah berdalih bahwa pada jalur formal mandiri akan disediakan beasiswa bagi siswa yang kurang mampu miskin agar dapat menuntut ilmu pada jalur ini. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah Berapa banyak sich beasiswa yang disediakan?.
Pemerintah sendiri menyatakan bahwa setidaknya akan ada lima persen siswa miskin yang bersekolah di setiap sekolah yang menyelenggarakan jalur formal mandiri. Menurut ku ini juga merupakan salah satu bentuk kebodohan yang lain. Coba saja kita bayangkan seandainya ada seorang siswa miskin yang memperoleh beasiswa untuk bersekolah di jalur formal mandiri yang nota bene tempat sekolahnya siswa kaya. Bukankah kondisi seperti ini malah menjadikan siswa miskin ini menjadi minder dan rendah diri. Ketika teman-temannya selalu mengenakan seragam yang bersih dan tersetrika dengan rapi dengan menggunakan pelembut dan pewangi pakaian sedangakan siswa miskin ini hanya mampu mengenakan seragam bekas alias hibahan dari tetangganya, bukankah kondisi seperti ini malah menjadikan siswa miskin ini menjadi objek tontonan bagi siswa-siswa kaya?
Apakah pembagian jalur pendidikan ini merupakan salah satu misi pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa?
Pendidikan adalah satu-satunya jalan bagi bangsa kita dalam mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Aku cukup salut dengan pemerintah Kamboja dan Thailand yang mulai berbenah diri dengan berfokus pada pendidikan warga negaranya. Kedua negara ini mulai merintis pendidikan gratis bagi warga nya. Pemerintah Kamboja sendiri mulai mengalihkan sembilan belas persen dari total anggarannya yang biasanya digunakan sebagai angaran militer untuk mendukung pengembangan pendidikan.
Lantas bagaimana dengan visi dan misi pendidikan di Indonesia? Mau dibawa ke mana pendidikan di Negara kita? Apakah pendidikan sudah menjadi barang dagangan yang nantinya menghasilkan outputan berupa selembar sertifikat dan ijazah bukannya keahlian dan daya analitis? Dan apakah pendidikan hanya menjadi milik dan hak orang kaya saja? Orang miskin tak patut untuk sekolah?
Semuanya terkesan memberatkan, di mata orang yang kurang mampu.
Tidak semua orang bisa mengecap indahnya dunia sekolah. Tanya saja ada anak jalanan, yang harus mempertahankan hidupnya di jalan demi kelanjutan hidup.
Jika mereka sudah masuk sekolah pun, masalah belum selesai. Harga buku yang relatif mahal menjadi batu sandungan. Belum lagi keharusan membeli seragam. Keharusan iuran ini-itu . Belum lagi sekolah yang rusak sana-sini, menunggu hujan dan roboh.
Pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan memang tidak diam melihat hal ini. Berbagai program coba digulirkan. Namun, tanpa pengawasan dan niat baik dari eksekutor program ini, banyak program malah jadi lahan KKN baru bagi pelaksananya.
Kalu kita tarik kesimpulan hal itu yang sekarang dikembangkan di Indonesia, hanya kaum hedonis yang bisa merasakan nikmatnya pendidikan tapi kaum marjinal hanya bisa melihat kenikmatan itu dirasakan mereka.
Memang sekolah harus mahal, dan hal itu sudah menjadi topic yang benar bagi kaum awam hingga kaum pejabat pendidikan. benarkah?
Mulai dari TK biaya yang harus dikeluarkan sudah puluhan juta, belum lagi memasuki jenjang yang lebih tinggi, bahkan universitas. baik yang faforit atau yang irit. Sudah hamper mencapai 100 juta. Gila memang.
Tapi mereka yang bicara ngelantur begitu sudah pasti tidak pernah lihat kondisi luar. Malaysia, Jerman, bahkan Kuba sekalipun bisa membuat pendidikannya sangat murah dan dapat diaksese oleh sebagian besar lapisan masyarakatnya.
Pendidikan yang kapitalistik sekarang ini, yang bertujuan bisnislah yang membuat biaya-biaya membengkak. Pendidikan diserahkan sebagian kontolnya kepada swasta karena pemerintah yang kurang pecus. Ada baiknya swasta ikut mengatur pendidikan sehingga masyarakat pun bisa berperan dalam lembaga pendidikan, tapi walau bagaimanapun ini bukan berarti bahwa pemerintah lepas tangan begitu saja.
Pendidikan instan ala swasta yang mementingkan bisnis kjadi masalah besar buat dunia pendidikan. kadang terbaca di iklan-iklan, lembaga pendidikan yang menawarkan lulus cepat+absen tidak dihitung+dapat ijazah+dll. Sepertinya, yang penting bagi pendidikan hanyalah dapat ijazah buat kerja saja. Padahal pendidikan ditujukan untuk membangun moral individu dan tingkat pengetahuannya.
Moral seperti apakah yang patut kita banggakan pada kaum pelajar kita saat ini? Apakah sifat hedonis yang dialami para pelajar SMA dengan saling memamerkan motor yang dibelikan orang tuanya, menggeber-nggeber kesana kemari tawuran, membuat resah masyarakat, dan sebagainya. Ataukah moral pelajar yang romantis? Yang dijalan-jalan kita lihat bagaimana mereka mengumbar kemesraan dengan kekasihnya, belum lagi fenomena siswi hamil yang seakan menjadi tren dalam dunia SMA.
Saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu dunia.
Adapun Malaysia berada di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium seperti halnya Indonesia. Posisi Indonesia jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).
Dan untuk di tahun 2011 indonesia menduduki peringkat ke 69 yang kemarin pada tahun 2010 menduduki peringkat ke 65. bukan tingkat yang lebih baik yang didapatkan, tetapi penurunan yang justru mewarnai dunia pendidikan.
Betapa semrawutnya kondisi pendidikan Indonesia saat ini, tidak seharusnya menumpulkan harapan kita akan masa depan yang lebih baik. Cita-cita luhur pendidikan sekarang terkesan jauh dan cenderung menjauh dari cita-cita pendidikan itu sendiri. Mari ‘beromantisme’ dengan tokoh pendidikan bangsa, Ki Hajar Dewantara dengan konsep cipta-rasa-karsa, tut wuri handayani penting untuk digali kembali. Konsep Ki Hajar mengartikulasi cita-cita luhur dari UUD 45 dengan menimba dan mengembangkan konsep pendidikan dari tanah sendiri. Konsepnya mengartikulasi pendidikan yang universal.
Hal ini memberi isyarat pentingnya menciptakan keadaban pendidikan dengan pola sendiri, menggali kultur sendiri sebagai jalan untuk selaras dan harmonis dalam kedamaian hidup. Nilai-nilai ajaran universal dari Ki Hajar Dewantara perlu digali kembali untuk memaknai pendidikan di Indonesia yang sudah mengarah ke komersialisasi.
Situasi pendidikan di Indonesia saat ini, memijam istilah Sindhunata, pendidikan turbo yang instrumentalis, pragmatis, dan konsumeristis. dan cita-cita pendidikan pun menjauh. Pendidikan turbo yang membelenggu anak didik, dan menjauhkan diri dari cita-cita awal seperti amanat konstitusi UUD 45. Carut marut pendidikan bangsa ini sangat penting untuk dicarikan jalan keluar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar